SALAM MARIA PENUH RAHMAT, TUHAN SERTAMU. TERPUJILAH ENGKAU DI ANTARA WANITA, DAN TERPUJILAH BUAH TUBUHMU YESUS. SANTA MARIA BUNDA ALLAH, DOAKANLAH KAMI ORANG YANG BERDOSA INI, SEKARANG DAN WAKTU KAMI MATI. AMIN.

MENGASIHI ALLAH

KATANYA MENGASIHI ALLAH,
NYATANYA MEMBENCI SESAMA


Rasa dendam yang ma­sih bercokol di hati dapat menye–babkan sema–kin kita bertindak dan berkata -kata yang menyakit–kan satu sama lain. Keindahan, keba–hagiaan hidup ini, sering kali hilang atau paling tidak berkurang karena ketidakmampuan atau penolakan kita untuk mengampuni dan menyembuhkan luka-luka batin kita.

Pengampunan
Pengampunan dapat dimengerti sebagai sua–tu keputusan berniat untuk melepaskan rasa sakit hati. Keputusan untuk mengampuni rasa sakit hati tidak serta merta berarti bahwa kita telah memaafkan. Kepu–tusan itu sendiri belum mengurangi rasa sakit. Tetapi dengan keputus–an tersebut, kita sudah berniat untuk tidak me–nikmati rasa sakit dan menyimpannya dalam hati serta membenci atau menolak orang yang menyakiti diri kita. Setelah mengadakan pengampunan pun mung–kin kita masih memiliki perasaan negatif terhadap orang yang telah menyakiti hati kita. Mengapa? Sebab pengam-punan bukan merupakan masalah perasaan saja, pengampunan juga menyangkut suatu niat atau kemauan.
Tanda-tanda pengampunan sejati adalah kita dapat berdoa bagi orang yang menyakiti hati itu dan secara tulus mengharapkan dia berada dalam kea–daan yang baik; dan jika dibutuhkan membantu orang tersebut dalam situasi dan kondisi tertentu. Seorang Kristen diwajibkan untuk mengadakan pengam–punan dan pendamaian. Santo Paulus berulang-ulang mengingatkan kita agar selalu berusaha mengatasi perbedaan-perbedaan (bisa kita lihat dalam 1 Kor 1:10-16; Ef 4:29-32; 1Tes 4:12-18).

Dasar Pengampunan: Cinta
Mencintai Tuhan seperti mencintai diri sendiri dan sesama harus menjadi persembahan yang terbesar dalam kehidupan kita. Sebaliknya, membenci Tuhan atau seseorang merupakan tindakan melawan cinta dan meng–hancurkan kemampuan manusia untuk mencinta. Tuhan adalah kasih dan penuh cinta, maka kebencian berla–wanan dengan Tuhan. Kebencian meru–pakan sumber dosa karena kebencian adalah akar dan sumber tindakan-tindakan jahat. Kesabaran itu mene–tralkan kebencian, pengampunan me–nyembuhkan kebencian, dan belas kasih serta kemurahan hati mengangkat sikap dan tindakan orang yang penuh kasih dan pengampunan ke tingkat mencinta. Seseorang yang sudah sampai pada tahap mencinta akan memiliki sikap menghargai, menerima, dan melibatkan peranan Tuhan dalam kehi-dupannya. Pengampunan dan kasih meningkatkan kemampuan kita untuk mencintai sesama seperti diri sendiri, sebagai–mana Tuhan mencintai kita dan sesama. Belaska–sihan berarti menaruh kasih, ikut menderita bersama yang lain, berduka cita bersama dengan yang sedang berduka cita dan tertimpa kema–langan dengan niat untuk mendorong. Sikap belas kasih demikian seperti yang disabdakan Tuhan Yesus, “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jia ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali ...?” “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali” (Mat 18:21-22). Di lain kesempatan Yesus berkata, jikalau seseorang berkata, “Aku mengasihi Allah”, tetapi ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta karena barang siapa tidak mengasihi sau-daranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Perintah ini kita terima dari Dia: Barang siapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya (1Yoh 4:20-21).
Mencinta dan mengampuni merupakan dua sikap yang tak dapat dipisahkan. Keduanya saling me-nunjang dan men–dukung. Kita hanya dapat mengampuni karena kita mencintai dan karena kita mencintai maka kita rela mengampuni. Sema-kin kita sering mengampuni, semakin bertambah besarlah cinta kita.

Bagamana caranya?
Belajar mencintai seperti yang dike–hendaki Tuhan, pertama, kita harus memiliki keyakinan bahwa kita dapat mengu-bah karakter kita. Kita harus yakin bahwa kita dapat berubah dan kita sendirilah yang menentukan perubahan itu. Bahkan kita dapat mengem–b­angkan dan meningkatkan mutu karakter kita yang positif (bdk.Mrk 10:18 dan Mat 19:17).
Jika kita yakin bahwa kita dapat berubah, dan berniat untuk berubah menjadi lebih baik, maka kita telah berada pada tahap pertama dalam usaha memperbaiki dan me–ningkatkan watak, yakni mele-nyapkan dari hati kita perasaan benci, iri hati, cemburu, ketakut–an, nafsu-nafsu, dan harapan-harapan yang melebihi kebu–tuhan kita, sebab hal-hal ini sungguh bertentangan dengan sabda Tuhan. Oleh karena itu, marilah kita mengampuni orang-orang yang telah me–nyakiti hati kita paling tidak bersikap sabar kepada mere–ka. Kalau kita mampu melak–sanakan ini, maka kita akan mengalami hati yang damai, tenteram, dan sekaligus memancarkannya kepada sesama.
Kedua, belajar untuk tidak lekas bersikap dan bertindak marah kepada orang-orang yang bersalah, keliru, dan memiliki kekurangan-kekuran–gan tertentu. Kesalahan dan kegagalan adalah wajar bagi kita manusia. Daripada kita bersikap berang dan marah pada kesalahan dan kegagalan akibat ketidak-sempurnaan manusiawi lebih baik kita menaruh belas kasihan kepadanya. Kesalahan dan kekeliruan dalam bertindak sering kali disebabkan karena seseorang terlalu lemah atau banyak kekukarangan-nya, maka bukan kemarahan yang mereka butuhkan tetapi sikap belas kasihan.
Ketiga, meningkatkan rasa belas kasihan. Kita mencoba membetulkan kesalahan-kesalahan dan memperbaiki kegagalan-kegagalan orang lain, ter–masuk jika kita sendiri yang menjadi korbannya atau yang dirugikan (bdk. Ef 4:31-32). Kita harus saling mengampuni dan mencintai. Kita mencintai seseorang dengan cara tidak memaksakan kehen–dak kita kepada seseorang.

Mengapa harus Mengampuni?

Hubungan dengan Tuhan
Dalam Perjanjian Baru dinyatakan bahwa hati yang tidak bersedia meng-ampuni akan menjadi rintangan hu-bungan kita dengan Tuhan. Yesus mendesak kita, “Dan kalau kalian berdoa, tetapi hatimu tidak senang terhadap seseorang, ampunilah orang itu dahulu, supaya Bapamu di surga juga mengampuni dosa-sodamu” (Mrk 11:25). Lihatlah juga apa yang disab-dakan Tuhan Yesus yang menegaskan bahwa kita harus berdamai dahulu sebelum menyampaikan persembahan kepada Tuhan (Mat 5:23-24). Besarnya cinta Tuhan tidak tergantung pada kemauan kita untuk mengampuni atau tidak. Tuhan tetap akan mencintai kita dalam segala hal. Tetapi, hati yang tidak bersedia mengampuni dapat merintangi cinta Tuhan kepada kita Itulah alasannya mengapa kita harus membersihkan hati dan memberikan pengampunan sebelum kita berhubungan dengan Dia.

Hubungan dengan Sesama
Sikap menolak untuk mengam-puni dan mendamaikan luka batin juga mengurangi kualitas dan kuantitas kita dengan sesama. Kalau kita sering menaruh dendam pada orang lain, kita akan sulit menerima cinta dan mengada–kan komunikasi. Komunikasi dan cinta terhalang oleh perasaan dendam yang kita miliki.

Hubungan dengan Diri sendiri
Pengalaman mengajarkan kepada kita bahwa hati yang penuh kepahitan bukanlah hati yang berbahagia. Kepahitan tidak hanya akan merusak kesehatan rohani kita tetapi juga mental, emosi, dan bahkan fisik kita. Orang yang tidak mampu men­­–cintai diri-nya sendiri, biasanya juga tidak mampu men­cintai orang lain. Orang yang tidak mampu mencintai dan meng–hargai dirinya sendiri, biasanya juga sulit untuk meng–ampuni dirinya sendiri.
Jadi, kegagalan untuk meng-ampuni dan mendamaikan luka-luka batin akan mengurangi intens-itas dan kualitas hubungan kita dengan Tuhan, sesama, dan diri sendiri.

(Sorang Tumanggor)

0 komentar:

Posting Komentar

VISITOR

free counters

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites