Mengenal KARMEL lebih dalam
lewat Perayaan Syukur 800 Tahun Regula Karmel
di Sidikalang, 9 Juni —1 Juli 2009
IN OBSEQUI JESU CHRISTI
(Mengikuti Yesus Kristus)
lewat Perayaan Syukur 800 Tahun Regula Karmel
di Sidikalang, 9 Juni —1 Juli 2009

(Mengikuti Yesus Kristus)
(tulisan ini merupakan Sajian Khusus yang disadur dari Majalah Menjemaat No.8/XXXI/agustus 2009, tulisan bapak Sorang Tumanggor Sa.g. Beliau adalah salah satu Pengurus Dewan Paroki yang menjadi seksi Publikasi. Oleh karena itu, tulisan yang kami sadur ini merupakan bentuk publikasi kegiatan paroki lewat Majalah Menjemaat KAM, dan kami juga ingin mempublikasikannya lebih luas lagi.)
Sudah hampir setengah abad Ordo Karmel berkarya di Keuskupan Agung Medan. Hingga sekarang, delapan paroki KAM dilayani oleh pastor-pastor Karmel, yaitu Sidikalang, Sumbul, Parongil, Tigalingga, Pasar Merah, Perdagangan, Tanjung Balai, dan Kisaran. Dalam sepanjang sejarah, banyak orang yang menghidupi dan menghayati spiritualita Karmel, beberapa menjadi Santo dan Santa yang terkenal dalam Gereja, seperti, Yohanes dari Salib, Theresia dari Avila, Theresia dari Lisieux, dan yang lainnya. Kendati demikian, tentu masih banyak orang belum mengenal Ordo yang sudah tua ini. Berikut paparannya sebagaimana ditampilkan dalam operet yang dibawakan oleh Muda-mudi dari Paroki Pasar Merah dan Perdagangan pada Perayaan Syukur 800 tahun Regula Karmel dipadu dengan Carmel Cup di Sidikalang 29Juni-1Juli 2009.Dari Berperang Melawan Sesame Ke Berperang Melawan Setan. Pada abad ke-12 dan ke-13 banyak orang menyeberang dari Eropa ke Tanah Suci, tempat Yesus pernah hidup dan wafat, dan tanah itu dianggap milik Tuhan. Mereka mau merebutnya kembali dari Langan orang Sarasin dengan peperangan. Sebagian orang-orang yang menyeberang ke Tanah Suci itu insyaf bahwa kekerasan bukan senjata yang tepat untuk mendirikan Kerajaan Allah di dunia ini. Peperangan memaksa orang berbuat kasar dan kejam. Keinginan merebut kembali kekuasaan atas tanah Suci demi Kristus, sering diliputi hati yang dikuasai oleh musuh Tuhan, yaitu setan. Maka, memerangi setan di hati lebih baik daripada merebut kekuasaan atas orang lain.Diantara prajurit dan peziarah itu ada yang mencari kesunyian di tempat-tempat yang dikenang karena kehadiran Tuhan, atau karena karya-karya para nabi. Misalnya Gunung Karmel, yang dikenal sebagai tempat tinggal Nabi Elia. Seiring berjalannya waktu, lambat laun jumlah orang yang bertapa di gunung ini bertambah dan semakin mendesak sebuah pedoman hidup sebagai pengikat bagi mereka. Untuk Itulah St. Albertus, Patriarkh Yerusalem sekitar tahun 1207 menulis (Pedoman Hidup) bagi para pertapa di Gunung Karmel atas permintaan mereka sendiri. Inilah yang biasa disebut sebagai Regula Karmel, yang kelak disempurnakan secara redaksional dan disahkan oleh Paus Innocentius IV dengan bulla Quae Honorem Conditioris pada 1 Oktober 1247.
Menjadi Manusia Baru
Kesederhanaan dan kemiskinan injili merupakan hidup yang mewarnai setiap gerakan rohani pada zaman itu, sebagaimana dapat ditemukan dalam gerakan rohani yang dimotori oleh St. Fransiskus dari Assisi dan St. Dominikus. Hal yang sama juga ditemukan dalam pedoman hidup singkat yang disusun bagi para pertapa di Gunung Karmel. Selain itu, mereka mengutamakan kesunyian dan keheningan dalam hidup bertapa. Namun persaudaraan tetap memberikan warna tersendiri ke dalam hidup mereka. Sebagai saudara mereka menyelesaikan segala persoalan dengan musyawarah.
Mereka juga mencari tempat sunyi untuk melawan setan dalam hati mereka, dan berharap agar Tuhan yang akan berkuasa di situ. Mereka ingin bertemu Tuhan dengan cara merenungkan firman-Nya dan berdoa siang malam. Itulah manusia baru yang dicita-citakan. Keheningan dan kesunyian, pantang dan puasa, pekerjaan dan doa, semuanya harus menunjang hidup ini.Puasa dan pantang mempertajam penglihatan hati dan membantu orang merasakan kehausan dan kelaparan hatinya. Dengan pekerjaan tangan, seseorang menjamin kebutuhan hidup yang sederhana dan dapat membantu saudaranya yang lebih miskin. Berkat pekerjaannya ia bersatu dengan sesamanya dan tidak mudah diganggu oleh setan dengan pikiran yang mengacau. (lih. I Tes 5:12-22)
Menyeberangi Laut: Berkat Pertolongan Bunda Maria

Nabi Elia sebagai Pendiri?

Familia Carmelitana (Keluarga Karmel) Indonesia
Karmel masuk ke Indonesia lewat perantaraan dua martir, Beato Dionysius dan Redemptus. Mereka tinggal di Goa, India. Dari sana mereka berlayar ke banyak tempat untuk mendampingi para saudagar. Pada tahun 1636, kedua misionaris ini menemukan ajalnya di Aceh karena kesetiaan pada keyakinan agamanya, akan pribadi Kristus. Setelah mereka meninggal, tahun 1923 Karmel masuk kembali ke Indonesia, memperkuat barisan pewartaan Injil di Jawa Timur. Mereka melayani umat dengan pusat misinya di kota Malang. Tahun 1965 sejumlah anggota Ordo ditugaskan untuk berkarya di Keuskupan Agung Medan dengan pusat pelayanan di daerah Dairi, Sidikalang. Kini Ordo Karmel telah berkarya di delapan paroki, yaitu Sidikalang, Sumbul, Parongil, Tigalingga, Perdagangan, Kisaran, Tanjung Balai, dan Pasar Merah (Medan). Adapun daftar Keluarga Karmel yang tersebar di Indonesia, yakni: Biarawan Ordo Karmel (O.Carm), Biarawati Kontemplatif

Dari mana Perayaan REGULA KARMEL?
Sebagai pedoman hidup bagi para kelompok Karmel diberikan oieh Uskup Albertus Patriakh Yerusalem. Dalam pemberian Regula tersebut tidak diterakan tanggal dan tahun pasti, namun Ordo Karmel mengambil kepastian historic masa tugas Patriakh Yerusalem tersebut yaitu tahun 1207 – 1211. Santo Albertus wafat terbunuh di Yerusalem. Atas dasar masa tugas inilah Ordo Karmel diperkenankan merayakan 800 tahun antara tahun 2007 – 2011 sesuai dengan situasi masing‑masing. Untuk Komisariat Karmel Sumatera merayakannya antara 29 Juni – 1 Juli 2009. Sedangkan di Malang sudah merayakannya pada tahun lalu.
(Sorang Tumanggor, S.Ag, dari berbagai Sumber)
0 komentar:
Posting Komentar