SALAM MARIA PENUH RAHMAT, TUHAN SERTAMU. TERPUJILAH ENGKAU DI ANTARA WANITA, DAN TERPUJILAH BUAH TUBUHMU YESUS. SANTA MARIA BUNDA ALLAH, DOAKANLAH KAMI ORANG YANG BERDOSA INI, SEKARANG DAN WAKTU KAMI MATI. AMIN.

PILPRES : PESTA RAKYAT???

PILPRES : PESTA RAKYAT???

Slogan ini selalu dikumandangkan sejak mulai pemilihan presiden juga pada pemilihan-pemilihan lain, entah itu pemilihan legislative atau pemilihan kepala daerah. Sebenarnya di mana letak keterlibatan rakyat, dalam arti bahwa rakyat menjadi peserta yang mempunyai peranan penting dalam kegiatan tersebut? Sepertinya Slogan itu masih hanya merupakan ide yang masih hendak diupayakan.
Dalam coretan kecil ini, kami hanya bercerita saja sehubungan dengan apa yang dialami di daerah tempat kami berada. Memang bukan menjadi patokan umum, tapi bisa saja mungkin terjadi di tempat-tempat lain.

Rakyat sebagai Obyek atau Subyek?

Pertanyaan ini bisa menjadi suatu permenungan dari pengalaman yang tampak selama kampanye. Dalam setiap kampanya, juga kampanye Pilpres, pasti berkumandang slogan KEBERPIHAKAN TERHADAP RAKYAT DAN KAUM MISKIN. Semua calon pasti mempropagandakan hal ini. Tetapi apakah itu murni? Atau hanya sebagai slogan pemulus jalan untuk menuju dan meraih keinginan pribadi atau kelompok tertentu? Kadang terasa aneh mendengar atau membaca berita bahwa calon tertentu yang selama ini berada di gedung mewah, mengendarai kendaraan mewah dengan kaca reyben sampe 100%, belanja di mall-mall dan di luar negeri,, makan di restoran mewah, eh tiba-tiba nongol di tempat sampah, di pasar-pasar rakyat, di perkampungan kumuh. Mereka mempromosikan dirinya sebagai orang orang berpihak kepada rakyat, berjanji menjadi ‘pahlawan’ bagi rakyat apalagi kaum miskin. Tapi lucu juga rasanya karena mereka dating dengan kendaraan mewah, pakaian mewah dan perhiasan yang bisa membiaya makan satu kampung warga, apalagi ‘dikawal’ banyak orang yang wajahnya seram-seram atau diseram-seramkan atau dibuat seramah mungkin. Dalam hal ini sudah terasa ganjil, apalagi setelah itu. Nah apakah rakyat khususnya rakyat miskin itu sebagai OBYEK atau SUBYEK?

Rakyat itu Siapa Saja?

Dalam masa kampanye dan untuk memuluskan program-program, masing-masing calon berusaha mencari dan menerapkan strategi tebar pesona, misalnya dengan berkunjung langsung, ada yang lewat orang-orang suruhan (orang-orang bayaran, karena tentu mendapat bayaran dari apa yang dikerjakannya), dan ada pula yang lewat spanduk-spanduk yang harganya sebesar gaji sebulan seorang buruh tani. Yang namanya rakyat Indonesia yang diharapkan berpihak pada calon dan yang akan memuluskan jalan melangkah ke kursi empuk adalah semua warga Negara Indonesia yang berdiam di seluruh palosok tanah air Indonesia dan juga yang berdiam di luar negeri. Untuk itu, para calon ingin menyapa dan menyentuh mereka. Namun nayatanya, di Dairi tidak terlihat antusiasme rakyat. Apakah karena merasa bukan rakyat Indonesia dan bukan rakyat yang baik? Tentu tidak. Tetapi mungkin karena tidak disentuh, tidak disapa, entah itu lewat kampanye kelompok calon terntentu, maupun dengan sapnduk. Bahkan sepanduk yang ada juga bisa dihitung dengan jari tangah ditambah jari kaki he..he..Atau apakah mungkin karena rakyat di pedesaan, yang dalam hal ini jauh dari kota Jakarta, jauh dari kota besar tidak penting, dianggap tidak berperan penting bagi ‘kemenangan’? Wah kalau itu yang terjadi, bisa saja setelah seseorang itu menduduki kursi empuk, seseorang itu merasa bahwa dia bisa ‘menang’ karena daerah-daerah tertentu, sehingga hanya memperhatikan daerah tersebut dan tidak memperhatikan daerah lain. Padahal, apapun ceriteranya, semua warga Negara punya hak dan kewajiban yang sama.

Pilpres, Pesta Siapa???

Kalau dikatakan pesta rakyat, tentunya semua rakyat atau paling tidak hamper semua ikut ambil bagian dalam perhelatan tersebut. Namun bukan rahasia bahwa tidak sedikit warga Negara Indonesia yang tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu atau tidak mau tahu bahwa tanggal 8 Juli 2009 adalah pemilihan Presidennya. Sepertinya Pemilihan Anggota Legislatif maupun kepala Daerahlah yang lebih dirasakan rakyat sebagai pesta Rakyat. Opini ini bisa muncul karena kenyataan dilapangan, ketika pemilihan calon legislative maupun kepala daerah, para calon ataupun para Tim Sukses bekerja keras dan aktif mengambil hati rakyat dengan berbagai cara dan TPS-TPS juga rame. Tapi kenyataan pada Pilpres sekarang, paling tidak di Dairi, terasa dingin-dingin saja: Tidak ada kampanye, tidak ada upaya mengambil simpati rakyat, TPS-TPS terasa sepi, apalagi hujan turun menjaidkan TPS-TPS dan suasana menjadi lebih dingin. Dari gambaran kecil ini, wajar orang bertanya: “Pilpres itu pesta siapa? Apakah memang Pesta Rakyat, atau pesta para calon dan orang-prangnya, atau para ‘orang-orang bayaran’ atau para anggota KPU atau orang lain selain rakyat dalam arti umum? Pasti tidak ada yang akan berani menjawabnya.

Jadilah Pemimpin Sejati: Dari, Bagi dan Untuk Rakyat Indonesia.

Dalam judul akhir coretan ini kami tekankan kata …rakyat Indonesia. Ini kiranya perlu, karena bisa saja para terpilih, entah siapapun itu, merasa bahwa dia hanya pemimpin orang-orang yang merasa memilih dia, padahal di pelosok-pelosok walaupun tidak disentuh pasti tetap ada dan banyak yang memilih dia. Juga penting karena bisa jadi yang menang dalam pengumpulan angka terbanyak dalam pemilihan tersebut meresa dia hanya pemimpin orang-orang tertentu, organisasi tertentu dan mungkin hanya daerah tertentu saja. Tetapi mudah-mudahan hal ini tidak sampai terjadi. Semoga.

0 komentar:

Posting Komentar

VISITOR

free counters

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites