SALAM MARIA PENUH RAHMAT, TUHAN SERTAMU. TERPUJILAH ENGKAU DI ANTARA WANITA, DAN TERPUJILAH BUAH TUBUHMU YESUS. SANTA MARIA BUNDA ALLAH, DOAKANLAH KAMI ORANG YANG BERDOSA INI, SEKARANG DAN WAKTU KAMI MATI. AMIN.

PASTORAL DAN PELAYANAN

HIDUP DALAM PELAYANAN
PENUNTUNGAN...
MENUJU... PERUNTUNGAN!



Pengantar

Hari Senin, 13 Agustus 2007 pukul 06 pagi, Di Tengah Hutan

Penuntungan sebuah perkampungan terpencil di tengah hutan, dihuni sekitar 25 KK umat Katolik perantau dari Nias Selatan, umumnya dari Kecamatan Amandaya dan Togizita. Awalnya sekitar awal tahun 2000 beberapa bapak-bapak berangkat dari Nias Selatan ke Singkil, Aceh Selatan menjadi buruh pundak kayu tebang (lodging) yang marak dan menjanjikan uang pada masa itu. Kemiskinan dan kesulitan mata pencaharian di Amandaya dan Togizita, Nias Selatan membuat mereka eksodus.
Ketika belakangan ini illegal lodging dilarang, sangat berdampak bagi kehidupan mereka. Mereka kehilangan pekerjaan. Ada sebagian terpaksa pulang kampung ke Nias, namun sebagian berjuang mempertahankan hidup di Aceh Selatan dengan berburu Babi Hutan ke hutan belantara secara berkelompok. Lelah dalam pengembaraan di hutan ini membuat mereka sampai pada suatu tempat perhentian yaitu Penuntungan. Di tengah hutan Penuntungan ini mereka mencoba menggarap lahan untuk bercocok tanam. Akhir tahun 2004, ketika terjadi gempa yang memporakporandakan harta benda dan merenggut jiwa sebagian keluarga yang mereka tinggalkan di Nias, membuat mereka pulang ke Nias dan memboyong keluarga ke Penuntungan, Aceh Selatan. Awal tahun 2006 pernah 35 KK orang Nias yang tinggal di Penuntungan dengan menempati gubuk-gubuk yang sangat tidak layak. Bisa satu gubuk dihuni oleh tiga kepala keluarga.
Perkampungan Penuntungan hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki selama 4 jam perjalanan dari Penanggalan, ibukota suatu kecamatan di Kotamadya Sumbulsalam, menyusuri lereng bukit, hutan belantara, dan menyeberangi sungai. Jika mereka ingin menjual hasil perladangan dan buruannya serta membeli kebutuhan-kebutuhan hidup, mereka harus menempuh waktu dan jarak yang sangat jauh dengan berjalan kaki ke Penanggalan.


Terisolasi

Keterisolasian ini membuat mereka tertutup dari banyak informasi dan pelayanan publik. Anak-anak usia sekolah yang cukup banyak di kampung ini tidak pernah mengecap pendidikan formal berupa sekolah. Tampak dari perangai anak-anak mereka bahwa asupan giji sangat buruk dan tak pernah ada pelayanan kesehatan bagi mereka. Luputnya mereka dari perhatian dan layanan pihak pemerintah, tidak hanya karena sulitnya medan, tetapi juga karena mereka di wilayah “Serambi Mekah”, yang sebelumnya mereka tidak mengerti apa itu.
Warga sekitar tentu tidak menghendaki keberadaan mereka. Setiap ada orang mengunjungi mereka selalu dicurigai oleh warga sekitar. Ruang gerak pelayanan iman terhadap mereka selalu terbatas.

Titik Terang


Setelah Pastor Antonius Manik, O.Carm dengan berbagai cara mengadakan kontak dan mengunjungi umat di Penuntungan, seberkas sinar mulai menembus kegelapan hidup mereka. Lokasi untuk perkampungan bisa dibeli dari pemilik ladang warga setempat di lokasi yang lebih baik, karena sebelumnya mereka mendirikan gubuk-gubuk di daerah yang sering banjir ketika sungai Penuntungan meluap. Beberapa anak mereka disekolahkan di Sidikalang dan ada seorang sedang belajar di PGSD kelak diharapkan menjadi guru bagi anak-anak usia sekolah di tempat itu. Pembangunan rumah-rumah yang tertata di lokasi perkampungan sedang berjalan atas swadaya dan gotongroyong mereka serta sebagian dibantu paroki Sidikalang berupa atap seng, paku-paku, dan minyak singso.
Dalam menyertai kunjungannya ke Penuntungan, Pastor Antonius Manik, O.Carm, menuturkan kepada kami: “Langkah pertama untuk membebaskan mereka adalah menyadarkan mereka akan kenyataan bahwa mereka diliputi kemiskinan. Justru karena itulah sepertinya kepada mereka lama baru diberi bantuan, ada sekitar satu setengah tahun, baru kita realisasikan untuk membantu pembangunan pemukiman mereka. Kemiskinan mereka itu terjadi dalam segala bidang kehidupan.” Beliau mengatakan, apa gunanya membebaskan seseorang kalau dia tidak ingin dibebaskan? Mereka sendiri harus mengusahakan dan memperjuangkan kebebasannya, walaupun kebebasan itu adalah hak mereka. Mereka harus berbuat sesuatu. Ketika mereka sadar akan kemiskinannya, mereka mulai berjuang untuk membenahi diri. Ketika Pastor ini mulai yakin bahwa mereka sudah sadar akan kenyataan hidup mereka, ditandai dengan munculnya pemimpin dari antara mereka yang melaksanakan inspirasi mereka. Kini mereka telah mempunyai Kartu Tanda Penduduk, dengan itu diakui keberadaan mereka sebagai warga setempat. Status menetap dan pengolahan lahan pertanian walaupun masih sangat tradisional, meyakinkan Pastor Anton untuk membantu pendirian pemukiman bagi mereka. “Mobilitas sangat tinggi bagi perantau asal Nias ini. Awalnya mereka ada sekitar 60 KK tinggal di sini, tetapi kini yang bertahan hanya 24 KK. Yang lainnya kembali mengembara di hutan sambil berburu ‘Wangkah’ (Babi Hutan). 24 KK yang bertahan menetap inilah yang sekarang menjadi prioritas perhatian kita. Buah doa dari yang bertahan dan setia inilah yang kita salurkan sekarang”, ungkap Pastor yang suka bertukang ini.
Pastor Lukas Joko Prasetyo, O. Carm, yang turut dalam rombongan, yang baru pertama kali ke Penuntungan karena selama ini terbatas gerak kunjungan ke daerah itu oleh tuduhan kristenisasi, berkesan: “Perjumpaan dengan orang yang sangat sederhana, polos, dan haus akan “sentuhan” luar itu meneguhkan panggilan saya untuk semakin bersyukur kepada Tuhan dan semakin berbela rasa dengan orang-orang kecil.” Penulis semakin meneguhkan kesan Pastor ini sambil berseloro ketika melihat kaki beliau berlumuran darah akibat digigit pacat atau lintah setelah sampai di Penanggalan: “Bukan hanya hati Pastor yang didambakan mereka, tetapi darah Pastor pun harus tercurah bagi mereka, sebagaimana diisyaratkan dengan kucuran darah pastor itu”. Pastor yang gemar senyum ini pun tertawa.




Pastor Antonius Manik O.Carm, bergaya di depan Gedung serba guna yang digunakan unt8uk pembinaan anak-anak dan sekaligus sebagai Gereja.





(Sorang Tumanggor, S.Ag)




0 komentar:

Posting Komentar

VISITOR

free counters

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites